Keterangan mengenai Pulasari dalam sejarah Banten banyak
ditemukan. Diceritakan bahwa Gunung Pulasari memerankan peranan yang sangat
penting terutama pada periode kerajaan ‘Sunda’ di Banten Girang. Gunung
Pulasari memiliki nilai kekeramatan tersendiri berkaitan dengan kekuasaan
politik Sunda seperti yang dicatat oleh Guilot dkk. (1996) menyatakan bahwa Gunung
Pulasari sampai Abad ke XVI masih menjadi tempat paling keramat di Banten dan
sebagai pusat suci Komunitas Hindu.
Dalam manuskrip Babad Banten (Djajadiningrat, 1983)sebuah
cerita tentang perjalanan Islamisasi di daerah Banten diawali dari Sultan
Gunung Jati bersama putranya Hasanuddin datang datang dari Pakungwati (Cirebon) untuk mengislamkan masyarakat
Banten. Setibanya di Banten, Sunan Gunung Jati bersama anaknya Hasanuddin
melakukan serangkaian upacara keagamaan di Gunung Karang, Pulasari dan Lancar
(Aseupan). Dalam perjalanannya Sunan Gunung Jati menyatakan bahwa Gunung
Pulasari meupakan tempat tinggal 800 ajar (domas) yang dipimpin oleh Pucuk
Umun. Konon ceritanya setelah Hasanuddin berhasil mengalahkan Pucuk Umun
melalui adu ayam. Hasanuddin kemudian tinggal bersama ajar di Gunung Pulasari
selama sepuluh tahun lebih. Selain di Gunung Pulasari, Hasanuddin juga
melakukan perjalanan dakwah ke daerah lainnya. Sesekali ia tinggal di Gunung
Karang, dan bahkan sampai ke Pulau Panaitan.
Informasi mengenai pentingnya Gunung Pulasari dimasa lalu
diceritakan pula bahwa Raja Pajajaran terakhir yang bernama Ragamulya atau
Prabu Surya Kancana memerintah Pajajaran tidak berkedudukan di Pakuan, melainkan
di Pulasari, Pandeglang sehingga disebut Pucuk Umun (Panembahan Pulasari). Kerajaan
di Pulasari agak susah ditembus sehingga baru pada masa pemerntahan Maulana
Yusuf dapat direbut oleh Pasukan Islam.
Sebagai pusat peribadatan atau mungkin sebagai pusat
pemerintahan di Gunung Pulasari pernah ditemukan bukti-bukti tentang itu, yaitu
ditemukan sejumlah arca Siwa, Durga, dan Ganesha. Tinggalan-tinggalan lain juga
banyak ditemukan diseputaran Gunung Pulasari, seperti Situs Citaman-Batu Goong,
Arca Sanghyang Dengdek, Dolmen Batu Ranjang, terakhir ditemukan adalah Genta
Pandita di Desa Salangari, Kec. Mandalawangi, Pandeglang, Banten.
DIsalin dari Buku
Toponimi/Sejarah Nama-nama Tempat Berdasarkan Cerita Rakyat
Dinas Kebudayaan
Dan Pariwisata Provinsi Banten 2014
Penyusun: Juliadi
& Neli Wachyudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar