24 Desember 2017

7 Wonder Banten sebagai tujuan Liburan Akhir Tahun

 oleh Kang Imang

Banten sebagai salah satu Provinsi terdekat dengan Ibu Kota Negara di Jakarta dan sebenarnya memiliki akses terdekat dari Bandara Internasional Sukarno-Hatta Tangerang memiliki banyak destinasi pariwisata yang dapat dikunjungi. Selain itu keunikan-keunikan Banten sebagai provinsi yang kental dengan sejarah dan warisan budayanya juga memiliki berbagai suguhan kuliner yang unik dan membuat lidah kita bergoyang. Mari kita lihat apa saja potensi pariwisata unggulan di Banten.


1.     Pantai Sawarna
Terletak di Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sebuah pantai yang menyuguhkan  keindahan dan pengalaman wisata Pantai dan ombak bagi penghobi selancar merupakan salah satu tujuan pavorit bagi wisatawan. Memiliki garis pantai dengan panjang 65 Km, pantai ini memiliki pasir yang berwarna putih dan sayang jika dilewatkan. Jarak Kecamatan Bayah dari Ibukota Kabupaten Lebak adalah sekitar 150 Km ditempuh melalui jalur darat. Yang harus diingat oleh para pengunjung ketika di Pantai ini adalah bahwa pantai ini merupakan pantai yang berada di bagian selatan Pulau Jawa, dengan tipikal ombak yang cukup besar sehingga jika para pengunjung ingin berenang harus mengikuti aturan yang berlaku di tempat tersebut seperti tidak melewati batas aman, serta menggunakan pelampung jika berenang untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
 
Pantai Sawarna Bayah, Lebak, Banten
Kegiatan lain yang dapat dilakukan di pantai ini adalah Diving, Snorkeling, da nada juga spot Climbing dan Caving bagi mereka penghobi adrenalin darat di wilayah Pantai Sawarna. Jika pengunjung berniat untuk menginap di Sawarna, maka tidak sulit menemukan homestay dan penginapan diwilayah ini. Penginapan ditempat ini harganya bervariasi antara Rp. 60.000 sampai dengan Rp. 200.000,- permalamnya.

Di Pantai Sawarna terdapat beberapa spot objek yang terkenal dan banyak pengunjung untuk berkunjung kesana diantaranya:
1)    Pantai Tanjunglayar
Dipantai ini kita dapat melihat keindahan dan keunikan batu-batu karang raksasa yang menjulang tinggi ditengah samudera. Saat ombak tinggi menerjang karang-karang tersebut, kita akan menyaksikan keindahan yang mempesona.
Dan dipantai inilah merupakan icon terkenal dari Pantai Sawarna berupa dua buah batu karang raksasa yang menjulang tinggi menyerupai layar kapal, dan itulah mengapa pantai ini disebut dengan Pantai Tanjung Layar.

2)    Pantai Pasir Putih
Pantai ini memiliki hamparan pasir yang landai dan berwarna putih juga luas menghampar. Disinilah biasanya para peselancar akan turun mencoba ganasnya ombak Sawarna yang terkenal. Selain surfing, kegiatan yang dapat dilakukan disini berupa Bola Volly Pantai, sepak bla pantai dan aktivitas lainnya seperti outbond dll yang bisa anda lakukan. Selain itu hal menarik lainnya adalah anda dapat menyaksikan keindahan terbenamnya matahari yang begitu mempesona.

3)    Pantai Goa Langir
Diarea pantai sawarna juga disuguhkan dengan tipikal tebing-tebing yang menjulang tinggi yang unik dan eksotik salah satunya adalah Goa Langir (Langir=Kalajengking).
Aktivitas selain mengunjungi Goa juga pengunjung kebanyakan yang datang kesini untuk melakukan aktivitas Panjat Tebing atau climbing, dengan membawa tenda dan perbekalan anda juga dapat menginap di daerah ini.

2.     Tanjung Lesung
Pantai Tanjung Lesung terletak di desa Tanjung Jaya kecamatan Panimbang kabupaten Pandeglang provinsi Banten. Posisinya terletak di sebelah barat kabupaten Pandeglang dan mempunyai luas sekitar 150 Ha. Ombak yang tenang namun kuat juga membuat beberapa spot di Pantai ini dapat di lakukan aktivitas surfing seperti yang sering dilakukan oleh peselancar Warangas KM 9 Carita yang selalu melakukan aktivitas selancarnya disini.


Sampai di Tanjung Lesung anda akan dikenakan biaya tiket masuk sebesar Rp 40.000 Weekday dan Rp. 50.000 Weekend untuk setiap orangnya. Di pantai Tanjung Lesung ini anda akan dimanjakan dengan pemandangan hamparan pasir putih yang membentang luas dan udara laut disertai angin sepoi-sepoi yang khas dan menenangkan.

Hamparan pasir putih sepanjang 15 Km membuat anda mempunyai cukup ruang untuk melakukan aktifitas seperti bermain pasir atau bermain voli pantai dengan leluasa.

Disekitar wilayah pantai Tanjung Lesung anda tidak perlu khawatir kelaparan karena tersedia rumah makan yang mayoritasnya menyediakan hidangan laut atau sea food. Jika anda tidak makan sea food, banyak pula tempat yang tidak hanya menyediakan sea food. 

Bila anda bosan berada di pantai anda dapat mengunjungi lokasi konservasi terumbu karang yang terdapat di Karang Gundul,  dan Pulau Liwungan. Dimana banyak aktivitas yang dapat dilakukan ditempat ini seperti snorkeling dan diving.

Jarak yang anda tempuh dari Jakarta menuju Tanjung Lesung hanya sekitar 160 Km, atau sekitar 2,5 hingga 3 jam perjalanan menggunakan kendaraan pribadi. Jika anda berencana untuk menginap, disana tersedia berbagai tempat menginap seperti hotel, villa, resort dan homestay. Harganya pun bervariasi mulai dari Rp. 200.000 hingga Rp. 3 juta per malam.

3.     Banten Lama
Banten lada adalah nama daerah di Provinsi Banten yang awalnya merupakan Pusat pemerintaha Kesultanan Banten, dimana disinilah terdapat sisa-sisa bangunan yang masih dapat kita saksikan keberadaannya sebagai saksi sejarah keberadaan Banten dimasa itu. Spot yang dapat dikunjungi disini adalah:
1)    Mesjid Agung Banten
Terletak di kelurahan Banten, kecamatan Kasemen, Kota Serang, Masjid Agung Banten Lama didirikan pada masa kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570) pada tahun 1556. Maulana Hasanuddin merupakan raja pertama yang memerintah Banten dengan corak pemerintahan Islam dan digelari sebagai Panembahan Surosowan.

Sewaktu menjadi raja pertama kerajaan Banten pada 1552, Maulana Hasanuddin kemudian membangun Masjid Agung. Kekuasannya yang bercorak Islam terbentang dari Banten, Jayakarta, Karawang, Lampung, Indrapura sampai ke Solebar waktu itu. Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan digantikan Maulana Yusuf.

Di komplek masjid, ada menara dengan ketinggian 24 meter dengan lingkaran 20 meter. Arsitek pembangunan masjid ini adalah Lucas Cardeel pada masa pemerintahan Sultan Haji (1672-1687). Di masa sultan Haji ini juga dibangun Tiamah atau bangunan segi empat yang berarsitektur Belanda di bagian selatan. Di bangunan Tiamah ini katanya sering digunakan sebagai tempat musyawarah.

Sebagaimana bangunan masjid kuno, ada kulah atau kolam yang biasa digunakan sebagai tempat berwudu di depan masjid. Berdasarkan catatan yang menempel di dinding, renovasi terhadap masjid ini pernah dilakukan beberapa kali yaitu pada tahun 1969 oleh Bhakti Siliwangi Korem 64 Maulana Yusuf, pemugaran juga dilakukan pada tahun 1975 atas bantuan Pertamina yang waktu itu dipimpin Ibnu Sutowo, dan rehabilitasi atas bantuan masyarakat pada tahun 1991.

Di komplek masjid ini juga ada makam Sultan Maulana Hasanuddin, Sultan Maulana Muhamnad Nasaruddin, Pangeran Ratu (istri Maulana Hasanuddin), Sultan Abdul Abdul Fadhal dan Sultan Abu Nasir Abdul Kohar atau yang dikenal sebagai Sultan Haji, dan Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aliyudin, dan Sultan Ageng Tirtayasa.

Setiap tahunnya, ribuan orang biasanya datang ke masjid Agung Banten untuk melakukan ziarah. Setiap hari libur, para peziarah datang mendoakan Sultan Maulana Hasanuddin atau ke makam-makam di komplek masjid. Khusus di malam Jumat, biasanya akan lebih ramai orang akan datang ke sini.

2)    Keraton Surosowan
adalah sebuah keraton di Banten. Keraton ini dibangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal sebagai pendiri dari Kesultanan Banten.


Selanjutnya pada masa penguasa Banten berikutnya bangunan keraton ini ditingkatkan bahkan konon juga melibatkan ahli bangunan asal Belanda, yaitu Hendrik Lucasz Cardeel, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang memeluk Islam yang bergelar Pangeran Wiraguna.  Dinding pembatas setinggi 2 meter mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare. Surowowan mirip sebuah benteng Belanda yang kokoh dengan bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di empat sudut bangunannya. Sehingga pada masa jayanya Banten juga disebut dengan Kota Intan.

Saat ini bangunan di dalam dinding keraton tak ada lagi yang utuh. Hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.

3)    Museum Kepurbakalaan Banten
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama mempunyai luas tanah kurang lebih 10.000 m2 dan bangunan kurang lebih 778 m2. Dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa Barat seperti yang terlihat pada bentuk atapnya. Museum yang terletak antara Keraton Surosowan dan Masjid Agung Banten Lama ini menyimpan banyak benda-benda purbakala. Dilihat dari bentuk bangunannya Museum Situs Kepurbakalaan lebih mirip seperti sebuah rumah yang kemudian dialihfungsikan menjadi museum.


Dari sekian banyak benda-benda purbakala yang menjadi koleksinya, benda-benda tersebut dibagi menjadi 5 kelompok besar.
·       Arkeologika, benda-benda yang digolongkan dalam kategori ini adalah ArcaGerabahAtapLesung Batu, dll.
·       Numismatika, koleksi bendanya berupa Mata Uang, baik Mata Uang lokal maupun Mata Uang asing yang dicetak oleh masyarakat Banten.
·       Etnografika, benda-benda koleksinya berupa miniatur Rumah Adat Suku Baduy dan berbagai macam Senjata Tradisional dan juga senjata peninggalan Kolonial seperti TombakKerisGolokMeriamPistol, dll.
·       Keramologika, yaitu benda-benda koleksi berupa macam-macam Keramik. Keramik yang tersimpan berasal dari berbagai tempat seperti BurmaVietnamChinaJepangTimur Tengah dan Eropa. Tidak ketinggaln pula keramik lokal asal Banten yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan Gerabah dan biasanya gerabah ini digunakan sebagai alat-alat rumah tangga.
·       Seni rupa, yang termasuk didalamnya adalah benda-benda seni seperti Lukisan atau Sketsa. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama ini menyimpan banyak koleksi lukisan tetapi hampir keseluruhannya adalah lukisan hasil reproduksi.

Selain menyimpan benda-benda koleksi kepurbakalaannya di dalam ruangan, terdapat dua Artefak yang disimpan di halaman Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, yaitu artefak Meriam Ki Amuk dan juga alat penggilingan Lada. Yang paling terkenal adalah Meriam Ki Amuk, meriam yang terbuat dari tembaga dengan tulisan arab yang panjangnya sekitar 2,5 meter ini merupakan bantuan dari Ottoman Turki. Konon Meriam Ki Amuk memiliki kembaran yaitu Meriam Ki Jagur yang saat ini tersimpan di halaman belakang Museum Fatahillah Jakarta. Sedangkan alat penggilingan lada yang terbuat dari batu padas yang sangat keras telah hancur menjadi beberapa bagian. Pada zaman dahulu Banten memang dikenal sebagai penghasil lada, itulah yang menyebabkan Belanda datang ke Banten, salah satunya ingin menguasai produksi lada.

4)    Vihara Avalokitesvara
Vihara ini merupakan salah satu Vihara tertua di Indonesia. Keberadaan Vihara ini diyakini merupakan bukti bahwa pada saat itu penganut Agama yang berbeda dapat hidup berdampingan dengan damai tanpa Konflik yang berarti.

Kondisi di dalam Vihara ini sendiri sejuk karena banyak pepohonan rindang dan terdapat tempat duduk yang nyaman untuk beristirahat. Selasar koridor Vihara yang menghubungkan bangunan satu dengan yang lainnya ini terdapat relief cerita hikayat Ular Putih, yang dilukis dengan berwarna-warni sebagai elemen estetis.

5)    Benteng Spellwizk
Lokasi tidak jauh dari Masjid Agung Banten, benteng ini dibangun sekitar tahun 1585 (menurut informasi lainnya tahun 1682). Dahulunya Benteng Spellwijk digunakan sebagai Menara Pemantau yang berhadapan langsung ke Selat Sunda dan sekaligus berfungsi sebagai penyimpanan meriam-meriam dan alat pertahanan lainnya. Di tempat ini juga terdapat sebuah Terowongan yang katanya terhubung dengan Keraton Surosowan.

 


6)    Keraton Kaibon
Istana Kaibon adalah sebuah Istana tempat tinggal Ratu Aisyah, ibunda dari Sultan Syaifuddin. Bentuknya hanyalah tinggal Reruntuhan saja. Disampingnya ada sebuah Pohon besar dan sebuah Kanal. Menurut penduduk sekitar, dulunya ini adalah sebuah Istana yang sangat megah. Namun, Pada tahun 1832Belanda menghancurkannya saat terjadi peperangan melawan Kerajaan Banten.

7)    Tasikardi
Danau ini terletak tidak jauh dari Istana Kaibon, Konon, danau tersebut luasnya 5 hektare dan bagian dasarnya dilapisi oleh batu bata, Pada masa itu danau ini dikenal dengan nama "Situ Kardi" yang memiliki sistem ganda, selain sebagai penampung air di Ci Banten yang digunakan sebagai pengairan persawahan, danau ini juga dimanfaatkan sebagai pasokan air bagi keluarga keraton dan masyarakat sekitarnya. Air dialirkan dari pipa-pipa yang terbuat dari terakota berdiameter 2–40 cm. Sebelum digunakan air danau harus disaring dan diendapkan di penyaringan khusus yang dikenal dengan Pengindelan Abang atau Penyaringan Merah, Pengindelan Putih atau Penyeringan Putih, dan Pengeindelan Emas atau Penyaringan Emas.

4.     Mercusuar Anyer
Anyar atau anyer adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten serang, Provinsi Banten, Indonesia. Sebagai daerah pesisir pantai anyer tidak hanya terdapat wisata alam pantai yang indah, karena daerahnya yang dipesisir pantai maka anyer juga memiliki mercusuar yang pada saat itu digunakan untuk sarana bantu navigasi kapal di laut.


Menara suar ini diyakini sebagai titik nol atau titik awal dari pembangunan jalan Anyer-Panarukan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels. Pada pintu masuk mercusuar terdapat tulisan bahwa mercusuar ini dibangun pada tahun 1885. Menurut penuturan penjaga mercusuar, pada awalnya mercusuar ini dibangun pada tahun 1806, proyek jalan Anyer-Panarukan baru dijalankan tahun 1825. Saat gunung krakatau meletus pada tahun 1883, mercusuar ini hancur, hanya menyisakan pondasinya saja. Dan, dua tahun kemudian, yaitu tahun 1885, di bawah pemerintahan Z.M Willem III mercusuar ini kembali dibangun. Sebagaimana terlihat dengan tulisan di atas pintu masuk, yaitu:

Onder De Regeering Van
Z.M. Willem III
Koning Der Nederlanden
.N.Z C.N.Z C.N.Z
OPGERICHT VOOR VAST LICHT 21 GROOTTE.
VER VERVANGING VAN DEN STEENEN LICHTTOREN
IN 1883 BV DE RAMP VAN KRAKATAU VERNIELD
1885

Bangunan mercusuar yang berdiri saat ini adalah bangunan baru. Dan lokasinya berbeda dengan bangunan awal. Mercusuar yang saat ini dibangun 500m lebih ke daratan, sementara untuk pondasi mercusuar lama saat ini dijadikan sebagai tugu nol kilometer. Bangunan setinggi 75,5meter ini masih kokoh berdiri hingga sekarang. Dinding bangunan terbuat dari baja setebal 2,5-3cm. Dinding bangunannya secara rutin di cat ulang sedangkan bagian dalam selalu dibersihkan agar tidak licin. Di bagian belakang bangunan tertera tulisan:
VERVAARDIGO DOOR DE FIRMA
L.I.E.N.T.H.O.V.E.N & c.o
's CRAVENHAGE
HOLLAND
1885

Tulisan tersebut menerangkan nama perusahaan yang membangun mercusuar ini, yaitu L.I.E.N.T.H.O.V.E.N & c.o. Di bagian tengah mercusuar terdapat bangunan kecil yang menjulang ke atas. Ini adalah sumbu atau penyangga dari mercusuar. Untuk mencapai puncak tertinggi mercusuar, pengunjung harus naik tangga manual 286 anak tangga dari 18 lantai.

5.     Festival Cisadane
Kegiatan yang dilaksanakan di Kota Tangerang ini tepatnya di LokasiBantenBantaran Kali Cisadane merupakan kegiatan dengan tujuan Mempromosikan potensi wisata dan media hiburan atau pesta rakyat agar mampu memberikan tampilan yang menjadi daya tarik wisatawan.


Kegiatan dan tradisi yang dilsakan adalah: Lomba perahu naga, perahu tradisional (kole-kole), bazar dan pagelaran seni tradisional

6.     Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon terletak di bagian paling barat Pulau JawaIndonesia. Kawasan taman nasional ini pada mulanya meliputi wilayah Krakatau dan beberapa pulau kecil di sekitarnya seperti Pulau Handeuleum dan Pulau Peucang dan Pulau Panaitan. Kawasan taman nasional ini mempunyai luas sekitar 122.956 Ha; (443 km² di antaranya adalah laut), yang dimulai dari Semenanjung Ujung Kulon sampai dengan Samudera Hindia.

Ujung Kulon merupakan taman nasional tertua di Indonesia yang sudah diresmikan sebagai salah satu Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO pada tahun 1991, karena wilayahnya mencakupi hutan lindung yang sangat luas. Sampai saat ini kurang lebih 50 sampai dengan 60 badak hidup di habitat ini.

Pada awalnya Ujung Kulon adalah daerah pertanian pada beberapa masa sampai akhirnya hancur lebur dan habis seluruh penduduknya ketika Gunung Krakatau meletus pada tanggal 27 Agustus 1883 yang akhirnya mengubahnya kawasan ini kembali menjadi hutan.

Tiket masuk ke Taman Nasional ini dapat diperoleh di kantor Balai Taman Nasional di Labuan atau di pos Tamanjaya. Fasilitas penginapan terdapat di desa Tamanjaya, Pulau Handeuleum dan Pulau Peucang.

Kawasan Ujung Kulon pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli Botani JermanF. Junghun pada Tahun 1846, ketika sedang mengumpulkan tumbuhan tropis. Pada masa itu kekayaan flora dan fauna Ujung Kulon sudah mulai dikenal oleh para peneliti. Bahkan perjalanan ke Ujung Kulon ini sempat masuk di dalam jurnal ilimiah beberapa tahun kemudian. Tidak banyak catatan mengenai Ujung Kulon sampai meletusnya gunung Krakatau pada tahun 1883. Namun kemudian kedahsyatan letusan Krakatau yang menghasilkan gelombang Tsunami setinggi kurang lebih 15 meter, telah memporak-porandakan tidak hanya pemukiman penduduk di Ujung Kulon, tetapi juga menimpa satwaliar dan vegetasi yang ada. Meskipun letusan Krakatau telah menyapu bersih kawasan Ujung Kulon, akan tetapi beberapa tahun kemudian diketahui bahwa ekosistem-vegetasi dan satwaliar di Ujung Kulon tumbuh baik dengan cepat.

7.     Baduy
Urang Kanekes, Orang Kanekes atau Orang Baduy/Badui merupakankelompok masyarakat adat suku Banten di wilayah Kabupaten LebakBanten. Populasi mereka sekitar 26.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar.


Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, penulisan yang tepat adalah "Badui" dan bukan "Baduy".

Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 6°27’27” – 6°30’0” LS dan 108°3’9” – 106°4’55” BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 – 600 m di atas permukaan laut (DPL) tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20 °C. Tiga desa utama orang Kanekes Dalam adalah CikeusikCikertawana, dan Cibeo.

Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes Dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat-istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
Orang Kanekes tidak mengenal sekolah, karena pendidikan formal berlawanan dengan adat-istiadat mereka. Mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa-desa mereka. Bahkan hingga hari ini, walaupun sejak era Soeharto pemerintah telah berusaha memaksa mereka untuk mengubah cara hidup mereka dan membangun fasilitas sekolah modern di wilayah mereka, orang Kanekes masih menolak usaha pemerintah tersebut.


Orang Kanekes memiliki hubungan sejarah dengan orang Sunda. Penampilan fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya. Satu-satunya perbedaan adalah kepercayaan dan cara hidup mereka. Orang Kanekes menutup diri dari pengaruh dunia luar dan secara ketat menjaga cara hidup mereka yang tradisional, sedangkan orang Sunda lebih terbuka kepada pengaruh asing dan mayoritas memeluk Islam.
Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka (Permana, 2001).
Kelompok tangtu adalah kelompok yang dikenal sebagai Kanekes Dalam (Baduy Dalam), yang paling ketat mengikuti adat, yaitu warga yang tinggal di tiga kampung: Cibeo, Cikertawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Kanekes Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua (warna tarum) serta memakai ikat kepala putih. Mereka dilarang secara adat untuk bertemu dengan orang asing.


Kanekes Dalam adalah bagian dari keseluruhan orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar